Tampilkan postingan dengan label e-book. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label e-book. Tampilkan semua postingan

03 April 2011

Mantra-Mantra Harry Potter

1. ACCIO Membuat benda melayang mendekati pemantra, meskipun dari jarak yang cukup jauh. Catatan : Pemantra sedikitnya harus tahu benar letak benda yang ia cari.
2. ALOHOMORA Membuka pintu atau jendela yang terkunci
3. APPARATE Muncul di tempat manapun yang diinginkan. Catatan : Hanya boleh dilakukan oleh penyihir berusia minimal 17 tahun dan telah lulus tes. Tidak dapat dipergunakan di lingkungan Hogwarts, serta merupakan salah satu mantra yang sulit dan kompleks, salah sedikit saja dapat membuat salah satu anggota tubuh si pemantra tertinggal di tempat asalnya sebelum ia berpindah.
4. AVADA KEDAVRA Salah satu Kutukan Tak Termaafkan. Menyebabkan kematian seketika. Saat dirapalkan, akan ada kilatan cahaya berwarna hijau dan biasanya tidak meninggalkan bukti kerusakan pada tubuh maupun sebab kematian sehingga tidak dapat dideteksi oleh otopsi kaum Muggle.
5. AVIS Mengeluarkan burung kecil.
6. CRUCIO Salah satu dari tiga Kutukan Tak Termaafkan. Kutukan ini menyebabkan korban mendapatkan kesakitan yang tak tertahankan. Beberapa korban kutukan ini menjadi gila.
7. DELETRIUS Menghapus bayangan hantu yang dihasilkan oleh mantra Priori Incantatem.
8. DENSAUGEO Membuat gigi terus membesar
9. DIFFINDO Merobek sesuatu (seperti tas).
10. DISAPPARATE Menghilang dari suatu tempat. (kebalikan dari mantra Apparate)
11. DISSENDIUM Membuka pintu rahasia.
12. ENGORGIO Membuat ukuran target menjadi berlipat ganda.
13. ENNERVATE Menyadarkan orang yang pingsan
14. EXPECTO PATRONUM Menciptakan Patronus (pelindung) untuk mengusir Dementor. Catatan : Sebentuk asap keperakan akan keluar dari ujung tongkat sihir saat menggunakan mantra ini. Bentuknya bermacam-macam, biasanya binatang. Kuat tidaknya Patronus, tergantung kepada kekuatan pikiran pemantra. Patronus adalah perwujudan pikiran-pikiran baik dan bahagia pemantra.
15. EXPELLIARMUS Melucuti senjata lawan.
16. FERULA Membalut dan membelat kaki yang patah.
17. FIDELIUS Menyembunyikan seseorang atau beberapa orang. Catatan : Mantra ini sangat rumit dan kuat, karena dapat menyembunyikan seseorang maupun beberapa orang sekaligus dari orang-orang yang mencari.
18. FINITE INCABTATUM Menghentikan mantra-mantra yang sedang bekerja.
19. FURNUNCULUS Menyebabkan bisul bermunculan di seluruh wajah.
20. IMPEDMENTA Menghentikan atau memperlambat sebuah obyek.
21. IMPERIO Salah satu Kutukan Tak Termaafkan. Kutukan ini membuat korban menjadi sepenuhnya dibawah pengaruh perapal mantra, dan melakukan apa pun yang diinginkan oleh sang pemantra.
22. IMPERVIUS Membuat sesuatu jadi tahan / kedap air.
23. INCEDIO Menyalakan api.
24. LOCOMOTOR MORTIS ' Mengikat' kaki korban, sehingga tidak dapat berjalan.
25. LUMOS Menyalakan sebuah cahaya kecil di ujung tongkat.
26. MOBILICORPUS Menggerakkan atau memindahkan tubuh seseorang. Catatan : Biasanya digunakan saat korbannya dalam keadaan tidak sadar atau tidak berdaya.
27. MORS MORDE Memunculkan gambar tengkorak yang bercahaya, di langit, dan seekor ular keluar dari mulut tengkorak. Merupakan tanda Lord Voldemort dan para pengikutnya.
28. NOX Mematikan cahaya di ujung tongkat (kebalikan mantra Lumos).
29. OBLIVIATE Menghapus atau memodifikasi ingatan seseorang
30. ORCHIDEUS Mengeluarkan sebentuk karangan bunga dari ujung tongkat.
31. PETRITICUS TOTALUS Membuat sekujur tubuh korban menjadi kaku
32. PRIORr INCANTATO Mengeluarkan bayangan hantu dari tongkat
33. QUIETUS Membuat suara perapal mantra menjadi normal, setelah memakai mantra Sonorus.
34. REDUCTO Menghancurkan benda padat yang menghalangi jalan.
35. REPARO Mengembalikan keadaan suatu benda ke keadaan sebelum benda itu rusak.
36. RICTUSEMPRA Membuat korban terbahak-bahak tanpa dapat mengontrolnya.
37. RIDDIKULUS Mantra untuk menghadapi Boggart. Catatan : Mantra ini membuat Boggart berubah menjadi apa pun yang kita suka, sehingga tidak menakutkan lagi (karena Boggart dapat berubah menjadi apa saja yang menjadi ketakutan terbesar korbannya)
38. SERPENSORTIA Mengeluarkan ular besar dari ujung tongkat yang mengarah ke lawan pemantra
39. STUPEFY Membuat korban menjadi tidak sadar.
40. TARANTALLEGRA Membuat kaki korban bergerak tanpa kendali, seperti sedang berdansa cepat
41. WADDIWASI Mengeluarkan sebuah benda dan membuangnya ke arah tertentu.
42. WINGARDIUM LEVIOSA Menerbangkan benda.
Baca Selengkapnya →Mantra-Mantra Harry Potter

16 Maret 2011

Mereguk Cinta dari Surga



Novel baguz ceritanya menarik dan penuh pesan. Novel uda lama punya dan uda perna juga baca. Tapi baru posting sekarang. hehe....

SPESIFIKASI NOVEL

Judul : Mereguk Cinta Dari Surga
Penulis : Abdul Karim Khiaratullah
Penerbit : Republika

Sinopsis Novel :
Hidup pada hakikatnya adalah sebuah perjalanan panjang yang melelahkan. Layaknya sebuah perjalanan pasti banyak ujian dan rintangan yang mesti dihadapi sebelum seseorang sampai pada tujuan yang ingin ia capai. Semakin besar tujuan yang ingin ia raih semakin besar rintangan yang datang menghadang.
Demikianlah gambaran kehidupan yang dijalani Aziz, seorang santri yang haus dengan ilmu. Keinginannnya untuk bisa kuliah di Jakarta menjadi hancur berkeping-keping lantaran ia mengalami sebuah peristiwa menyedihkan yang membuatnya mengalami rentetan cobaan dan ujian yang datang silih berganti. Namun semua itu tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap ingin meraih apa yang ingin ia cita-citakan. Ketabahan dan kesabarannya atas semua cobaan dan rintangan tersebut ternyata berbuah manis. Kegagalannya kuliah di Jakarta justru menjadi titik balik yang mengantarkannya menjadi seorang calon mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama menuju Universitas Al-Azhar, Kairo.

Testimoni tentang Mereguk Cinta dari Surga :

“Kehadiran novel ini membuat kita semakin yakin bahwa perjalanan takdir sejatinya selalu mempertemukan manusia dengan berbagai kebaikan” Indriyani Permatasari, Pimpinan Redaksi Majalah Paras.

“Novel ini bertaburan nilai-nilai moral religius. Sangat mungkin inilah suara parau penulis yang coba digemakan untuk menyadarkan masyarakat yang mulai kehilangan pedoman hidup. Sangat layak untuk diaprsiasi” Billy Antoro, Ketua FLP DKI Jakarta 2007-2008.

“Novel nan rancak. Alur ceritanya mengajar kita tentang hidup yang penuh warna dan liku. Membaca Novel ini akan memperkaya wawasan kita tentang sebuah hidup. Novel yang perlu dibaca” Saiful Ardhi Imam, Penulis Novel “Bidadari Paderi”
Baca Selengkapnya →Mereguk Cinta dari Surga

11 Desember 2010

Bab 2 In Memorandum (Kenangan)

Harry terluka. Ia menggenggam tangan kanannya dengan tangan kirinya, menyumpahnyumpah dalam bisikan. Ia membuka pintu kamar dengan bahunya. Terdengar suara pecahan perabot, porselen, dan sebuah pecahan cangkir berisi teh dingin tergeletak di lantai depan pintu kamarnya.
"Apa-apaan…?"
Ia melihat sekelilingnya, rumah nomor empat, Privet Drive yang sepi. Sepertinya ide cangkir teh ini adalah salah satu ide jebakan terbaik dari Dudley. Menjaga agar tangannya yang terluka tetap terangkat, Harry mengambil semua pecahan cangkir itu dengan tangannya yang lain, dan membuangnya ke tempat sampah di dekat pintu kamarnya. Lalu ia langsung ke kamar mandi untuk mencuci lukanya.
Sungguh benar-benar bodoh dan membosankan, bahwa ia harus menghabiskan empat minggu menahan diri untuk tidak menggunakan sihir… tapi ia merasa bahwa luka di jarinya dapat memaksanya untuk melakukan sihir. Sayangnya ia tak pernah belajar bagaimana mengobati luka, dan sekarang ia mulai berpikir bagaimana cara melakukannya. Ia berencana untuk menanyakan caranya pada Hermione, Sekarang ia menggunakan banyak tisu untuk membersihkan tumpahan tehnya sebelum ia kembali ke kamar dan membanting pintu kamarnya.
Harry menghabiskan pagi ini untuk mengosongkan koper yang selalu ia gunakan selama enam tahun terakhir. Pada tahun pertamanya, ia memenuhi kurang lebih tiga perempatnya lalu kadang mengganti atau menambahkan isinya tiap tahun, dan meninggalkan sisa-sisa di dasar koper – pena bulu lama, mata kumbang yang telah mengering, dan kaus kaki yang sudah tidak cukup lagi. Beberapa menit sebelumnya, Harry memasukkan tangannya ke dalam tumpukan itu, dan
menghasilkan rasa sakit yang luar biasa dan pendarahan di keempat jari tangan kanannya.
Kini ia lebih berhati-hati. Ia berlutut di sebelah kopernya, ia meraba-raba dasar kopernya dan menemukan sebuah lencana tua yang berkedip-kedip antara DUKUNG CEDRIG DIGGORY dan POTTER BAU, Teropong Musuh rusak yang sudah tak bisa dipakai lagi, sebuah liontin emas dengan sebuah catatan dari R.A.B. di dalamnya, dan akhirnya ia menemukan apa yang melukai jarinya. Ia
langsung mengenalinya. Sebuah pecahan cermin sepanjang lima senti pemberian bapak baptisnya, Sirius. Harry meletakkannya dan melanjutkan mencari peninggalan lain dari bapak baptisnya. Tapi yang tersisa hanya sisa pecahan cermin yang tersebar di dasar kopernya.
Harry duduk dan memerhatikan cermin yang telah melukai jarinya, yang dilihatnya hanyalah bayangan dari mata hijau cerahnya. Lalu ia meletakkan pecahan cermin itu di atas Daily Prophet terbitan hari ini, yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur.
Butuh empat jam penuh untuk mengosongkan koper, membuang yang tidak perlu, memilih barang-barang apa yang akan kembali masuk ke dalam koper dan akan ia bawa. Jubah sekolah, jubah Quidditich, kuali, perkamen, pena bulu, buku sekolahnya, jelas ia akan meninggalkannya. Ia membayangkan apa yang akan dilakukan oleh paman dan bibinya, mungkin mereka akan membakarnya, menganggapnya seperti barang bukti kejahatan. Baju Muggle, Jubah Gaib, bahan membuat ramuan, beberapa buku, album foto yang Hagrid berikan padanya, setumpuk surat, dan tongkatnya, dipaksa masuk ke dalam ransel tuanya. Di kantung depan, tersimpan Peta Perompak dan liontin dengan catatan dari R.A.B. di dalamnya. Liontin itu begitu penting karena begitu banyak hal terjadi dalam usaha untuk mendapatkannya.
Setumpuk koran tergeletak di meja sebelah burung hantu peliharaannya, Hedwig, yang datang setiap hari selama Harry menghabiskan liburan musim panasnya di Privet Drive. Harry berdiri, meregangkan otot-ototnya, dan berjalan menuju meja. Hedwig diam saja saat Harry mulai membuang koran-koran itu ke dalam tempat sampah. Burung hantu itu sedang tidur, atau berpura-pura tidur. Ia sedang marah pada Harry karena begitu jarang mengizinkannya keluar dari kandang.
Begitu tumpukan koran mulai menipis, Harry mencari satu edisi koran yang terbit saat ia baru tiba di Privet Drive. Ia ingat bahwa di halaman depan tercetak berita kecil tentang pengunduran diri Charity Burbage, guru Telaah Muggle di Hogwarts. Dan ia menemukannya. Ia membuka halaman sepuluh, ia duduk di kursinya dan mulai membaca ulang berita duka yang dicarinya.
MENGENANG ALBUS DUMBLEDORE oleh Elphias Doge
Pertama kali aku bertemu dengan Albus Dumbledore adalah saat aku berusia sebelas tahun, di hari pertama kami di Hogwarts. Ketertarikan kami berawal saat kami diacuhkan oleh orang-orang. Aku baru saja terkena cacar naga sesaat sebelum masuk sekolah, walaupun sudah tak lagi menular, bekas cacar kehijauan itu membuat hanya sedikit orang berani mendekatiku. Sedangkan Albus, datang ke sekolah membawa nama buruk. Beberapa tahun sebelumnya, ayahnya, Percival, ditangkap karena telah menyerang tiga Muggle muda dengan kejam. Albus tidak pernah mengelak bahwa ayahnya (yang meninggal di penjara Azkaban) telah berbuat kesalahan. Sebaliknya, saat aku memberanikan diri untuk bertanya, dia malah meyakinkanku bahwa ayahnya benar-benar bersalah. Lalu, Dumbledore tidak akan melanjutkan ceritanya, tidak ingin membicarakan hal-hal sedih, katanya. Walaupun banyak orang yang mengungkit-ungkit hal tersebut. Beberapa di antaranya, memuji tindakan ayahnya, dan menganggap bahwa Albus juga seorang pembenci Muggle. Tapi mereka benar-benar keliru. Karena semua orang tahu bahwa Albus tidak pernah tertarik dengan gerakan anti-Muggle. Malahan dia sangat mendukung hak-hak Muggle, yang membuatnya memiliki banyak musuh dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam beberapa bulan, nama Albus mulai lebih dikenal daripada nama ayahnya. Di akhir tahun pertamanya, dia tak lagi dikenal sebagai anak dari seorang pembenci Muggle, namun lebih dikenal sebagai siswa paling cemerlang yang pernah ada di sekolah. Dan teman-temannya mendapatkan
banyak keuntungan darinya, termasuk pertolongan dan dorongan semangat yang tulus darinya. Dan dia mengaku padaku bahwa dia menemukan kesenangan tersendiri saat mengajar.
Dia tidak hanya memenangkan semua hadiah yang sekolah pernah tawarkan, dia juga secara rutin berkoresponden dengan para penyihir hebat pada masanya, termasuk Nicolas Flamel, alkemis kenamaan, Bathilda Bagshot, sejarahwati terkemuka, dan Adalbert Waffling, ahli teori sihir. Beberapa esainya tiba-tiba dipublikasikan di Transfiguration Today, Challenges in Charming, dan Practical Potioneer. Karir masa depan Dumbledore sepertinya sudah terukir. Dan pertanyaan yang tersisa hanyalah kapan kira-kira dia akan menjadi Menteri Sihir. Walau sudah diprediksikan pekerjaan apa yang akan dia lakukan, dia tidak pernah berkeinginan untuk bekerja di Kementrian.
Tiga tahun setelah dia memulai sekolahnya, saudara Albus, Aberforth, tiba di sekolah. Mereka benar-benar tidak mirip. Aberforth bukanlah seorang kutu buku seperti Albus. Dia lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dengan berduel daripada beradu argumen. Namun adalah kesalahan besar bila menganggap kakak beradik ini tidak saling bersahabat. Mereka berteman layaknya dua orang anak yang berbeda satu sama lain. Bagi Aberforth, tentu sulit terus hidup di bawah bayang-bayang Albus. Berusaha terus-menerus untuk menjadi lebih cemerlang, baik sebagai teman ataupun saudara. Saat Albus dan aku lulus dari Hogwarts, kami berencana untuk berkeliling dunia bersama, mengunjungi dan belajar dari penyihir lain, sebelum memulai karir masingmasing.
Akan tetapi, sebuah tragedi terjadi. Pada malam keberangkatan kami, ibu Albus, Kendra, meninggal, meninggalkan Albus sebagai kepala keluarga. Aku menunda keberangkatanku cukup lama untuk dapat menghadiri penguburan Kendra, dan melanjutkan perjalananku sendirian. Dengan adik-adik yang butuh diurus, dan hanya sedikit emas yang tersisa, tidak mungkin Albus bisa menemaniku.
Dan itu adalah suatu masa di mana kami jarang saling menghubungi. Aku menulis pada Albus, keseluruhan perjalananku. Mulai dari bagaimanan aku berhasil lolos dari Chimaera di Yunani, hingga bereksperimen dengan alkemis dari Mesir. Suratnya kepadaku berisi tentang kesehariannya, yang menurutku tentu sangat membosankan untuk seorang penyihir sehebat dirinya. Terbenam sendiri dalam perjalananku, di tahun terakhir perjalananku, aku mendengar sebuah berita duka, yang menyatakan bahwa Dumbledore mengalami tragedi lain, kematian
saudarinya, Ariana.
Walau Ariana memang sudah sakit-sakitan, kematiannya setelah kematian sang ibu, sungguh mempengaruhi kedua saudaranya. Semua orang yang dekat dengan Albus – dan aku menganggap diriku salah satu di antaranya – yakin bahwa Albus merasa bertanggung jawab atas kematian Ariana, walaupun tentu saja, dia tidak bersalah.
Saat aku kembali, aku telah menemui seorang pria muda yang sudah mengalami banyak pengalaman layaknya pria berumur. Albus menjadi lebih berhati-hati dan periang dari sebelumnya. Dan sebagai tambahan untuk kesengsaraannya, hubungan dengan saudaranya Aberforth, mulai merenggang. Kemudian, dia mulai jarang membicarakan keluarganya, dan teman-temannya belajar untuk tidak mengungkitnya.
Cerita lain akan mengungkapkan keberhasilannya di tahun-tahun berikutnya. Kontribusi Dumbledore yang tak terhitung untuk pengetahuan, termasuk penemuannya atas dua belas fungsi dari darah naga yang memberi banyak keuntungan untuk generasi selanjutnya. Begitu pula kearifan yang ditunjukkannya dalam pengadilan saat dia menjadi Chief Warlock of Wizengamot. Banyak yang berkata bahwa tidak ada pertarungan yang dapat menandingi duel antara Dumbledore dengan Grindelwald di tahun 1945. Mereka yang menjadi saksi mata, menggambarkan bagaimana kedua penyihir luar biasa itu bertarung. Dan kemenangan Dumbledore, yang memengaruhi dunia sihir dan menjadi titik balik sejarah sihir, atas kejatuhan Dia-yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut.
Albus Dumbledore tidak pernah membanggakan diri atau menjadi sombong. Dia selalu menghargai tiap orang yang dia kenal, dan aku percaya bahwa semua tragedi yang pernah dia alami membuatnya menjadi lebih memiliki rasa kemanusiaan dan lebih mudah bersimpati. Aku akan sangat merindukan persahabatan ini lebih dari yang bisa aku ungkapkan, namun rasa kehilangan ini tidak akan memengaruhi dunia sihir. Dia telah menjadi inspirasi dan merupakan Kepala Sekolah Hogwarts yang paling dicintai. Dia meninggal seperti saat ia hidup, bekerja dengan kemampuannya yang terbaik hingga saat-saat terakhirnya, sama seperti saat dia mengulurkan tangannya pada seorang anak yang terkena cacar naga, saat pertama aku pertama kali bertemu dengannya.
Harry selesai membaca, namun terus menatap gambar yang terpampang di sana. Dumbledore yang sedang tersenyum ramah, namun tatapan dari balik kacamata bulan separonya memberikan kesan, walau dalam koran, seakan menembus Harry dan merasakan kesedihan dan rasa malunya.
Harry merasa sudah sangat mengenal Dumbledore, namun sejak ia membaca berita ini, ia menyadari bahwa ia hampir tidak mengenal Dumbledore sama sekali, tak pernah sekali pun ia pernah membayangkan masa muda Dumbledore. Rasanya ia hanya muncul begitu saja seperti saat Harry mengenalnya – tua, berambut keperakan, dan baik hati. Gagasan atas Dumbledore saat remaja sungguh aneh, seperti membayangkan bagaimana bodohnya Hermione, atau seberapa ramah Skrewt-Ujung-Meletup. Harry tidak pernah berpikir untuk menanyakan masa lalu Dumbledore. Ia yakin akan aneh dan kurang sopan. Namun, merupakan pengetahuan yang umum tentang pertarungan luar biasa antara Dumbledore dan Grindelwald, dan Harry tidak pernah bertanya bagaimana kejadiannya, atau semua pencapaiannya yang membuatnya terkenal. Tidak, mereka selalu berbicara tentang Harry – masa lalu Harry, masa depan Harry, rencana Harry, dan bagaimana Harry saat ini – memberitahu bahwa masa depan Harry begitu berbahaya dan tidak pasti. Namun ia melepaskan semua kesempatan untuk bertanya tentang Dumbledore. Bahkan pertanyaan pribadi yang pernah ia tanyakan pada kepala sekolahnya, mungkin tidak dijawab sungguh-sungguh oleh Dumbledore.
"Apa yang Anda lihat saat Anda melihat ke cermin?"
"Aku? Aku melihat diriku memegang sepasang kaus kaki wol tebal."
Setelah beberapa menit berpikir, Harry merobek berita itu, melipatnya hatihati dan menyelipkannya ke dalam buku Pertahanan Sihir dan Penggunaannya untuk Melawan Ilmu Hitam. Lalu ia membuang sisa koran itu ke tempat sampah dan melihat kamarnya.
Kamarnya jauh lebih rapi. Yang tersisa hanyalah Daily Prophet edisi hari ini, masih tergeletak di atas tempat tidur, yang di atasnya ada pecahan cermin. Harry berjalan menuju tempat tidurnya, menggeser pecahan cermin dan membuka koran. Ia telah melihat tajuknya saat gulungan koran itu baru diantar oleh burung hantu, namun tidak ada berita tentang Voldemort. Harry yakin bahwa Kementrian telah menekan Prophet untuk tidak memberitakan Voldemort.
Tapi sepertinya ada sesuatu yang ia lewatkan.
Di bagian tengah di halaman pertama, tajuk yang lebih kecil dengan potret
Dumbledore berjalan gelisah.
DUMBLEDORE – KEBENARAN?
Minggu depan, cerita yang mengejutkan tentang penyihir jenius yang dianggap sebagai penyihir terhebat pada masanya. Mematahkan imej seorang penyihir berjanggut keperakan yang tenang dan bijaksana. Rita Skeeter mengungkapkan masa kanakkanaknya yang kurang menyenangkan, masa muda yang tidak mengenal hukum, dan masa hidup yang penuh perseteruan, dan rahasia yang Dumbledore bawa hingga ke liang kuburnya. MENGAPA seseorang yang dapat menjadi seorang Menteri Sihir hanya menjadi kepala sekolah? APA tujuan sebenarnya dari organisasi rahasia yang diketahui sebagai Orde Phoenix?
BAGAIMANA Dumbledore meninggal?
Jawaban dari pertanyaan di atas dan banyak pertanyaan lain akan dibahas dalam biografi 'Kehidupan dan Kebohongan Albus Dumbledore', yang ditulis oleh Rita Skeeter, wawancara eksklusif bersama Betty Braithwaite, halaman 13. Harry membuka korannya dan menemukan halaman tiga belas. Artikel itu berada di bagian atas halaman dengan potret wajah yang sudah Harry kenal. Seorang wanita dengan kacamata hias dan rambut pirang ikal, dengan senyum kemenangan yang menunjukkan giginya yang berjajar rapi, menggelungkan jari-jarinya ke arahnya. Berusaha untuk tidak peduli pada potret yang memuakkan itu, Harry mulai membaca.
Sebenarnya Rita Skeeter adalah pribadi yang hangat dan lembut bila dibandingkan dengan artikelnya yang ganas. Menyambutku di rumahnya yang nyaman. Dia langsung mengajakku ke dapur, menyeduhkanku secangkir teh, dan memberikan sepotong kue, dan pembicaraan tentang gosip terhangat pun mulai mengalir.
"Ya, tentu saja, Dumbledore adalah sebuah mimpi bagi penulis biografi," kata Skeeter. "Hidupnya yang panjang. Aku yakin bukuku adalah yang pertama karena akan banyak pula yang lain."
Skeeter bekerja cukup cepat. Buku setebal sembilan ratus halaman ini hanya ditulis dalam jangka waktu empat minggu setelah kematian misterius Dumbledore di bulan Juni. Aku bertanya padanya bagaimana dia bisa menyelesaikannya begitu cepat.
"Oh, bila engkau telah menjadi jurnalis seperti aku, bekerja dengan tenggat waktu yang pendek akan menjadi kebiasaan. Aku mengerti bahwa dunia sihir sangat menanti untuk mengetahui cerita selengkapnya, dan aku ingin menjadi orang pertama yang memenuhi keinginan mereka."
Aku mengatakan padanya tentang komentar Elphias Doge, Special Advisor to the Wizengamot, yang merupakan teman lama Albus Dumbledore yang menyatakan bahwa "Fakta-fakta yang ditulis Skeeter, tidak lebih dari fakta yang tertulis di kartu Cokelat Kodok." Skeeter berpaling dan tertawa.
"Dodgy sayang! Aku ingat saat aku mewawancarai dia beberapa tahun lalu tentang hak-hak para duyung, terberkatilah dia. Benar-benar konyol, sepertinya kami hanya duduk-duduk di dasar danau Windermere, dan dia terus mengingatkanku untuk berhati-hati dengan ikan trout."
Belum lagi tuduhan Elphias Doge atas ketidak-akuratan yang tersebar di mana-mana.
Apakah Skeeter benar-benar merasa bahwa empat minggu merupakan waktu yang cukup untuk mengumpulkan data atas kehidupan Dumbledore yang panjang dan tidak biasa?
"Oh, sayang," kata Skeeter, mengingatkanku dengan penuh kasih, "kau sama tahunya dengan diriku, sebanyak apa informasi yang dapat kita kumpulkan dengan sekantung penuh Galleon, berkeras menolak kata ‘tidak’, dan sebuah Pena
Bulu Kutip Kilat! Orang-orang mengantri untuk mendapat remah-remah dari Dumbledore. Tidak semua orang berpikir bahwa dia begitu hebat, kau tahu – dia suka cari masalah dengan banyak orang penting. Tapi si Dodge tua itu tidak bisa menyangkal karena aku telah mendapatkan sumber yang membuat tiap jurnalis mau menukarnya bahkan dengan tongkat mereka. Seseorang yang tidak pernah berbicara di depan publik sebelumnya dan begitu dekat dengan Dumbledore
pada masa mudanya." Biografi yang Skeeter tulis tentunya akan mengejutkan setiap orang yang
percaya bahwa Dumbledore memiliki hidup bersih tanpa kesalahan. Apa rahasia yang paling mengejutkan yang engkau temukan, tanyaku.
"Cukup, Betty, aku tidak akan memberitahukan berita terhebat sebelum
orang-orang membeli bukuku!" tawa Skeeter. "Tapi aku meyakinkanmu bahwa setiap orang yang percaya bahwa hidup Dumbledore seputih janggutnya akan sadar! Anggap saja orang-orang tidak tahu semarah apa dia, saat Kau-Tahu-
Siapa tahu bahwa dia pernah menganut Ilmu Hitam pada masa mudanya! Ya, Albus Dumbledore memiliki masa lalu yang begitu kelam, belum lagi keluarganya yang mencurigakan, dimana dia selalu berusaha untuk menyembunyikannya."
Aku bertanya apakah yang Skeeter maksud adalah saudara Dumbledore, Aberforth, yang dinyatakan bersalah oleh Wizengamot atas skandal lima belas tahun lalu.
"Oh, Aberforth hanyalah bagian kecil," tawa Skeeter. "Tidak, tidak, aku berbicara tentang sesuatu yang lebih buruk dari kegemaran saudaranya yang suka bermain-main dengan kambing, lebih buruk ayahnya yang pembenci Muggle
– Dumbledore tidak dapat meredamnya tentu saja, keduanya dianggap bersalah oleh Wizengamot. Bukan juga ibu dan saudarinya yang menggugah rasa ingin tahuku. Kalian harus membaca bab sembilan hingga dua belas agar tahu lebih lengkap. Dan tidak heran pula mengapa Dumbledore tidak pernah bercerita bagaimana hhidungnya patah."
Walaupun begitu, apakah Skeeter mengelak dari kecemerlangan Dumbledore yang membuatnya menghasilkan banyak penemuan?
"Dia memang pintar," akunya, "walaupun banyak pertanyaan yang muncul apakah hanya dia sendiri yang berhak atas segala penemuannya, seperti yang aku ungkapkan di bab enam belas. Ivor Dillonsby telah menyatakan bahwa dia telah menemukan delapan fungsi darah naga sebelum Dumbledore mempublikasikan esainya."
Tapi beberapa hal penting yang dilakukan Dumbledore tidak dapat dapat disangkal, kataku. Bagaimana dengan pertarungannya dengan Grindelwald?
"Oh, aku benar-benar senang akhirnya kau menanyakan hal itu," kata Skeeter dengan senyumnya yang menggoda. "Sepertinya kemenangan spektakuler Dumbledore pun tak lebih dari sekadar omong kosong. Jangan begitu yakin bahwa telah terjadi sebuah pertarungan hebat yang melegenda. Setelah engkau membaca bukuku, engkau akan tahu bahwa sebenarnya Grindelwald
telah mengibarkan saputangan putihnya dan menyerah begiru saja." Skeeter menolak untuk memberi penjelasan lebih lanjut pada subjek yang menarik ini. Lalu kami melanjutkan pada sevuah hubungan yang akan membuat pembaca terkagumkagum.
"Oh, ya," kata Skeeter, mengangguk dengan tenang, "aku mencurahkan satu bab penuh untuk membahas hubungan Potter-Dumbledore. Yang ternyata merupakan hubungan yang tidak sehat, menakutkan bahkan. Sekali lagi, para pembaca harus membeli bukuku untuk mengetahui cerita lengkapnya. Walau Dumbledore tidak mengambil keuntungan dari hubungan yang aneh ini, malah si bocah yang mendapat semua keuntungannya. Dan ini juga membuktikan bahwa Potter
memiliki masa remaja yang penuh masalah."
Aku bertanya apakah Skeeter masih berhubungan dengan Harry Potter, yang telah membuatnya begitu terkenal karena wawancara tahun lalu. Sebuah wawancara eksklusif dengan Potter tentang kembalinya Kau-Tahu-Siapa.
"Oh, ya, kami menjadi sangat dekat," kata Skeeter. "Potter yang malang hanya memiliki sedikit teman baik, dan kami bertemu pada saat terberat dalam masa hidupnya – Turnamen Triwizard. Mungkin aku satu-satunya orang yang masih hidup yang tahu siapa Harry Potter sebenarnya."
Hal ini membuat kami membicarakan tentang rumor yang beredar tentang detik-detik terakhir Dumbledore. Apakah Skeeter percaya bahwa Potter ada di dekat Dumbledore saat kematiannya?
"Wah, aku tidak bisa berkata banyak – semuanya ada di buku – tapi saksi mata
yang ada di Hogwarts melihat Potter berlari dari tempat kejadian sesaat setelah Dumbledore jatuh, melompat, atau didorong. Potter kemudian memberi keterangan melawan Severus Snape, seorang pria yang tentunya akan mendendam karenanya. Apakah semua yang kita lihat benar-benar seperti yang kita lihat? Itu yang harus ditentukan oleh para komunitas sihir – setelah
mereka membaca bukuku."
Aku mencatat dengan rasa ingin tahu yang mulai tumbuh. Dan tidak diragukan lagi bahwa buku Skeeter akan menjadi bestseller. Sementara para pengagum Dumbledore akan gemetar mengetahui siapa sebenarnya pahlawan mereka. Harry telah membaca habis artikel itu, namun terus menatap kosong pada halaman itu. Rasa marahnya tiba-tiba memuncak dan membuatnya muak. Ia menutup koran itu dan melemparnya ke dinding, yang lalu terjatuh di sekitar tempat sampah bersama sampah lain yang tak kebagian tempat karena tempat sampah yang terlalu penuh.
Harry mencoba menyibukkan diri, membuka laci kosong dan memasukkan buku-buku
yang seharusnya berada di sana, lalu kata-kata Rita bermunculan di kepalanya satu bab penuh tentang hubungan Potter-Dumbledore… yang bisa dibilang tidak sehat, menakutkan bahkan… ia menganut Ilmu Hitam di masa mudanya… aku telah mendapatkan sumber yang dapat membuat setiap jurnalis mau menukarnya dengan tongkat mereka…
"Pembohong!" teriak Harry, dari jendela terlihat tetangganya yang berhenti memotong rumput karena kaget, dan melihatnya dengan gugup.
Harry duduk di tempat tidurnya. Pecahan cermin itu meluncur menjauh darinya, ia mengambilnya dan memainkannya dalam jari-jarinya. Ia berpikir, memikirkan Dumbledore dan semua kebohongan yang Rita Skeeter karang…
Sekilas terlihat biru terang. Harry membeku, jari-jarinya yang terluka memegangi ujung
cermin yang tadi melukainya. Ia tidak berkhayal, hal itu benar-benar terjadi. Ia menoleh, namun yang terlihat hanya dinding berwarna krem pucat pilihan bibi Petunia, dan tidak ada yang berwarna biru yang bisa dipantulkan cermin itu. Ia melihat ke dalam cermin itu, tapi yang bisa ia lihat hanya bayangan mata hijaunya yang cerah. Ia hanya berkhayal, hanya itu penjelasannya. Berkhayal, karena ia tengah memikirkan kematian kepala sekolahnya. Tapi bila itu benar terjadi, tadi adalah warna biru terang dari mata Albus Dumbledore.
Baca Selengkapnya →Bab 2 In Memorandum (Kenangan)

Bab 1 The Dark Lord Ascending (Kebangkitan Pangeran Kegelapan)

Dua orang itu muncul secara tiba-tiba, terpisah beberapa meter di sebuah jalan sempit yang diterangi oleh cahaya bulan. Sesaat mereka berdiri diam, tongkat masing-masing saling terarah ke dada yang lain. Setelah mengenali satu sama lain, mereka menyimpan tongkat masing-masing dibalik jubah dan mulai berjalan cepat ke arah yang sama.
"Bagaimana?" tanya orang yang paling tinggi dari keduanya. "Sempurna," jawab Severus Snape.
Jalan kecil itu dikelilingi oleh semak liar yang rendah disebelah kiri, pagar tanaman yg tinggi dan terawat disebelah kanan. Jubah panjang mereka berkibar selagi mereka berjalan bersama.
"Kupikir aku akan terlambat," ujar Yaxley, tubuh lebarnya terlihat dan menghilang di bawah cahaya bulan yang terhalang dedaunan. "Sedikit lebih rumit dari yang kukira, tapi kuharap dia puas. Kedengarannya kau yakin bahwa sambutanmu akan bagus?"
Snape hanya mengangguk tanpa memberikan penjelasan. Mereka berbelok ke kanan, ke arah jalan raya yang lebar yang menjadi ujung jalan kecil itu. Pagar tanaman tinggi yang mengelilingi mereka membelok di kejauhan, di belakang pagar besi yang menghalangi jalan kedua lelaki itu.
Tidak satu pun dari mereka menghentikan langkah: dalam kesunyian keduanya mengangkat lengan kiri mereka dalam penghormatan lalu berjalan menembusnya, seakan pagar logam berwarna gelap itu hanyalah asap.
Pagar tanaman itu seakan meredam suara langkah kaki mereka. Terdengar sebuah desikan di suatu tempat di sisi kanan mereka : Yaxley mengacungkan tongkatnya lagi, mengarahkannya melewati kepala kawannya, tapi sumber desikan itu ternyata hanyalah seekor burung merak putih yang berjalan dengan angkuh disepanjang puncak pagar tanaman itu. "Selalu berkecukupan, Lucius.
Burung merak..." Yaxley memasukkan tongkat sihirnya dibalik jubah sambil
mendengus.
Rumah bangsawan yang menawan itu terlihat dalam kegelapan di ujung jalan, cahaya berkilau dari jendela berpanel silang di lantai bawah. Di bagian kebun yang gelap, air mancur bergemericik. Kerikil berbunyi di bawah kaki mereka ketika Snape dan Yaxley mempercepat langkah mereka menuju pintu depan yang mengayun terbuka kedalam ketika mereka mendekat, meskipun tak ada
yang membukanya. Koridor yang mereka lewati berukuran lebar, cahayanya redup, dan dihiasi dengan indah, permadani mewah menutupi sebagian besar lantai batu. Mata beberapa lukisan berwajah pucat yang tergantung di dinding mengikuti Snape dan Yaxley selagi mereka lewat. Langkah dua pria tersebut terhenti di depan pintu kayu besar yang menuju ruang berikutnya, dan berhenti sejenak untuk mengatur napas, lalu Snape memutar gagang pintu perunggu.
Ruang tamu dipenuhi orang-orang yang duduk membisu mengelilingi meja hias. Perabotan yang biasanya menghias ruangan itu telah disingkirkan hingga merapat ke dinding. Penerangan ruangan itu berasal dari perapian pualam indah yang disepuh kaca. Snape dan Yaxley berdiri di ambang pintu. Setelah mata mereka terbiasa dengan cahaya yang redup, mereka melihat pemandangan yang sangat aneh: sosok manusia yang tak sadarkan diri tergantung aneh; terbalik; jauh
diatas meja, sesuatu berputar pelan seperti digerakkan suatu benang yang tidak terlihat, dan bayangannya terpantul cermin di atas permukaan meja yang mengilat. Tidak seorang pun yang melihat ke atas, kecuali pemuda berparas pucat yang duduk hampir tepat di bawahnya. Sepertinya dia tidak mampu menahan diri untuk melihat ke atas tiap menit.
"Yaxley. Snape," terdengar suara jelas bernada tinggi dari ujung meja.
"Kalian hampir terlambat."
Sosok yang berbicara duduk tepat di depan perapian, membuat kedua orang itu hanya bisa melihat siluetnya. Saat mereka mendekat, terlihat wajah bersinar dalam kegelapan, tidak memiliki rambut, seperti ular, dengan celah lubang hidung, dan pupil matanya berwarna merah vertikal. Wajahnya pucat seolah-olah memancarkan cahaya seputih mutiara.
"Severus, kemari," Voldemort menunjuk tempat duduk yang berada tepat
disebelah kanannya. "Yaxley- kau disamping Dolohov."
Dua laki- laki itu mengambil tempat yang disediakan untuk mereka. Setiap mata
disekitar meja memandang Snape, dan kepadanyalah Voldemort memulai
pembicaraan.
"Jadi?"
"Tuanku, Orde Phoenix berniat memindahkan Harry Potter dari tempat perlindungan yang selama ini ditempatinya, sabtu depan, menjelang malam."
Ketertarikan di sekitar meja memuncak: Beberapa terdiam, yang lain gelisah, semua menatap ke arah Snape dan Voldemort.
"Sabtu... menjelang malam," ulang Voldemort. Mata merahnya menatap mata Snape yang hitam dan mampu membuat beberapa orang memalingkan wajah, mereka terlihat ketakutan seakan-akan mereka akan dibakar oleh keganasan tatapan itu. Snape, meskipun begitu, balas menatap Voldemort dengan santai, dan beberapa saat kemudian, mulut tanpa bibir Voldemort melekuk membentuk senyuman.
"Bagus. Bagus sekali. Dan informasi ini datangnya - "
" - dari sumber yang pernah kita bicarakan," kata Snape.
"Tuanku."
Yaxley memajukan tubuhnya ke depan meja, sehingga dia dapat melihat Voldemort dan Snape. Semua wajah mengarah padanya.
"Tuanku, berita yang kudengar berbeda."
Yaxley menunggu, tetapi Voldemort tidak berbicara, lalu dia melanjutkan,
"Dawlish, salah satu Auror, mengatakan bahwa Potter tidak akan dipindahkan sampai tanggal tiga puluh, malam sebelum dia berusia tujuh belas." Snape tersenyum.
"Sumberku mengatakan ada rencana palsu untuk menipu kita, rencana itulah yang pasti palsu. Tidak diragukan lagi, Dawlish terkena Mantra Confundus. Ini bukan pertama kalinya; dia dikenal karena kepekaannya."
"Aku jamin, Tuanku. Dawlish tampak sangat yakin," kata Yaxley.
"Jika dia berada dalam kutukan Confundus, tentu saja dia terlihat sangat yakin," kata Snape. "Kuberitahukan padamu, Yaxley, kantor Auror tidak lagi ikut campur masalah perlindungan Harry Potter. Orde tahuu bahwa kita telah menyusup ke dalam Kementerian."
"Akhirnya Orde benar kali ini, eh?" kata pria bungkuk yang duduk tidak jauh dari Yaxley; dia mengeluarkan tawa aneh yang diikuti tawa lain di sekitar meja.
Tetapi Voldemort tidak tertawa. Tatapannya terarah ke atas pada tubuh yang berputar pelan, dan dia terlihat tenggelam dalam pikirannya.
"Tuanku," Yaxley meneruskan, "Dawlish yakin sekelompok Auror akan dipakai dalam pemindahan anak itu -"
Voldemort mengangkat tangannya putihnya yang panjang, dan Yaxley terdiam, menatap kecewa ketika Voldemort berpaling lagi pada Snape.
"Dimana anak itu akan disembunyikan nantinya?"
"Disalah satu rumah milik anggota Orde," kata Snape. "Tempatnya, menurut sumber, telah dilindungi dengan semua perlindungan yang dapat diberikan Orde dan Kementerian. Kurasa hanya ada sedikit kemungkinan bagi kita untuk membawanya dari sana, Tuanku, kecuali Kementerian berhasil kita kuasai sebelum sabtu depan, memberikan kita kesempatan untuk menemukan dan menghapus semua mantra yang ada di tempat itu."
"Baiklah, Yaxley?" Voldemort menatap ke arah meja, nyala api berkilat aneh di matanya, "Akankah Kementerian kita kuasai Sabtu depan?" Sekali lagi, semua kepala beralih, Yaxley mencondongkan bahunya.
"Tuanku, aku mempunyai berita bagus mengenai hal itu. Aku berhasil – dengan beberapa kesulitan rupanya, dan usaha yang maksimal - memantrai Pius Thickneese dengan kutukan Imperius."
Beberapa orang yang duduk di sekitar Yaxley tampak terkesan, seseorang di sampingnya, Dolohov, pria berwajah panjang dan berkerut, menepuk punggung Yaxley.
"Awal yang bagus," kata Voldemort. "Tapi Thicknesse seorang tidaklah cukup.
Scrimgeour harus dikelilingi oleh orang orang kita sebelum kita beraksi. Satu
kesalahan dalam pengambilan nyawa Kementerian akan membuatku kembali
menempuh jalan yang panjang."
"Ya - Tuanku, itu benar - tetapi kau tahu, sebagai Kepala Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir, Thicknesse tidak hanya memiliki kontak dengan Menteri Sihir, tetapi juga dengan semua kepala departemen di Kementerian. Hal itu, kupikir, akan menjadi mudah karena pejabat tinggi berada di bawah kendali kita, dan mereka akan mempengaruhi yang lain, mereka akan bekerja sama untuk menjatuhkan Scrimgeour."
"Selama teman kita Thicknesse tidak ketahuan sebelum dia mempengaruhi yang lain," kata Voldemort. "Bagaimanapun juga, Kementerian akan menjadi milikku sebelum sabtu depan. Jika kita tidak bisa menyentuh anak itu di tempat tujuannya, maka kita harus melakukannya saat dia sedang dalam perjalanannya."
“Kita memiliki keuntungan, Tuanku,” kata Yaxley, yang tampak meminta dukungan. "Sekarang kita memiliki beberapa orang di Departemen Transportasi Sihir. Jika Potter ber–Apparate atau menggunakan jaringan Floo, kita akan segera tahu di mana dia berada.”
“Dia tidak akan melakukannya,” kata Snape. "Orde tidak akan menggunakan segala bentuk transportasi yang dikontrol dan diatur oleh Kementerian; mereka tidak mempercayai apapun yang dikerjakan Kementerian.”
"Akan lebih baik,” kata Voldemort. ”Dia akan dipindahkan secara terbuka. Lebih mudah untuk ditangkap, pasti!”
Sekali lagi Voldemort mendongak dan melihat tubuh yang terus berputar pelan selagi dia bicara. ”Aku akan mengurus anak itu sendirian. Terlalu banyak kesalahan yang melibatkan Harry Potter. Sebagian kesalahan tersebut akulah yang membuatnya. Potter selamat akibat kesalahanku dan bukan karena keberhasilannya.”
Sekelompok penyihir di sekitar meja memperhatikan Voldemort dengan penuh kekhawatiran, beberapa dari mereka, terlihat dari ekspresi mereka, merasa takut mereka bisa saja disalahkan karena keberadaan Harry Potter yang masih ada sampai saat ini. Bagaimanapun, ucapan Voldemort sepertinya lebih ditujukan untuk dirinya sendiri daripada kepada sekelompok orang di ruangan itu, pandangannya masih tertuju pada sosok yang tak sadarkan diri di atasnya.
“Aku telah ceroboh, dan tentu saja dihalangi oleh kesempatan dan keberuntungan, semua rencana yang kulakukan hanya menghasilkan rencana kosong yang tidak tercapai. Tapi sekarang aku tahu sesuatu yang lebih baik. Aku mengerti beberapa hal yang tidak kumengerti sebelumnya. Jika ada orang yang harus membunuh Harry Potter, orang itu adalah aku.”
Ketika Voldemort mengucapkan kata-kata tersebut, terdengar sesuatu seperti tanggapan atas perkataan itu, terdengar suara ratapan, dan berlanjut suara tangisan kesengsaraan dan kesakitan. Beberapa orang melihat terkejut sambil melihat ke bawah meja, karena suara tersebut seakan akan berasal dari kaki mereka sendiri.
"Wormtail," kata Voldemort, tanpa perubahan dalam ketenangan suaranya, dan tanpa mengalihkan pandangan dari sosok tubuh yang berputar diatasnya,
"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membuat tawanan kita tetap diam?"
“Ya, T- Tuanku,” sahut penyihir kecil yang duduk begitu rendah di kursinya, orang-orang meliriknya, dan kemudian mengabaikannya. Dia bangkit dari tempat duduknya lalu berlalu cepat dari ruangan itu tanpa meninggalkan apapun kecuali kilauan benda perak.
“Seperti yang telah kusampaikan,” lanjut Voldemort, sambil melihat wajah tegang para pengikutnya, "Aku lebih mengerti kali ini. Saat ini juga aku harus meminjam tongkat salah satu dari kalian sebelum aku membunuh Potter.”
Semua wajah menunjukkan keterkejutan yang luar biasa; seakan Voldemort memberitahu mereka bahwa dia ingin meminjam salah satu lengan mereka.
"Tidak ada sukarelawan?" kata Voldemort. "Kalau begitu... Lucius, aku tidak melihat alasan bahwa kau masih memerlukan tongkatmu." Lucius Malfoy mengangkat kepalanya. Kulitnya terlihat kekuningan dan seperti lilin dalam cahaya api, dan matanya cekung serta berbayang. Saat dia berbicara, suaranya terdengar parau.
"Tuan?"
"Tongkatmu, Lucius. Aku ingin tongkatmu."
"Aku..."
Malfoy melirik istrinya yang duduk di sampingnya. Istrinya menatap ke depan, wajahnya sama pucatnya seperti suaminya, rambut pirangnya yang panjang tergerai di bahunya, namun tersembunyi di bawah meja, jari-jari kurusnya memegang erat tangan Lucius. Dengan sentuhannya, Malfoy menarik tongkat yang terselip dijubahnya dan menyerahkannya pada Voldemort yang mengangkat tongkat itu, mata merahnya memperhatikan tongkat itu dengan seksama.
“Apa jenis kayunya?”
"Elm, Tuanku," bisik Malfoy.
"Dan intinya?"
"Naga - Serabut hati naga."
“Bagus,” kata Voldemort. Dia menarik tongkatnya sendiri dan membandingkan ukuran panjangnya. Lucius Malfoy membuat gerakan tak disengaja; sekejap kemudian, dia tampak berharap menerima tongkat milik Voldemort untuk ditukar dengan miliknya. Gerakan itu terlihat oleh Voldemort, matanya melebar penuh kedengkian.
"Kau pikir aku akan memberikan tongkatku, Lucius? Tongkatku?"
Beberapa orang terkikik.
“Aku telah memberikan kau kebebasan, Lucius, apa itu tidak cukup untukmu?
Dan dari apa yang kuperhatikan, kau dan keluargamu tampak tidak bahagia
akhir-akhir ini. Apakah kehadiranku di rumahmu sangat mengganggumu,
Lucius?”
“Tidak – Tidak sama sekali, Tuanku!”
“Kau berbohong Lucius … “
Terdengar suara mendesis yang bahkan membuat mulut kejam tersebut berhenti bergerak. Satu atau dua penyihir menunjukkan rasa takut saat desisan tersebut terdengar lebih keras; sesuatu yang berat terdengar sedang berjalan
di bawah meja.
Seekor ular besar muncul dan memanjat perlahan menuju kursi Voldemort. Ular itu terus berjalan naik dan melingkar pada bahu Voldemort. Tebal leher ular itu sama dengan paha manusia, matanya dengan pupil celah vertikal, tidak bekedip.
Voldemort menyentuh pelan makhluk tersebut dengan jarinya yang kurus dan panjang, matanya masih menatap Lucius Malfoy.
"Menapa keluarga Malfoy terlihat tidak bahagia dengan keadaan mereka saat ini? Apakah dengan kembalinya aku, kebangkitanku untuk menguasai dunia bukan hal yang mereka inginkan beberapa tahun terakhir ini?”
“Tentu, Tuanku,” kata Lucius Malfoy. Tangannya bergetar saat dia menghapus keringat di atas bibirnya. “Kami menginginkannya – Sangat.”
Di sisi kiri Malfoy, istrinya bergerak aneh, mengangguk kaku, matanya teralih dari Voldemort ke ularnya. Di kanannya, anaknya Draco, yang tengah menatap tubuh yang tidak berdaya di atas, melirik sekilas pada Voldemort dan langsung berpaling, dia terlalu takut melakukan kontak mata dengan Voldemort.
“Tuanku,” kata seorang wanita berkulit gelap di pinggir meja barisan tengah, suaranya penuh dengan emosi, "Suatu kehormatan Anda berada di sini, di keluarga kami. Tidak ada kehormatan yang lebih baik daripada ini semua."
Dia duduk di sebelah saudarinya, dan tidak memiliki kemiripan dengan saudarinya, rambutnya gelap dan pelupuk matanya tebal, dia terlihat sangat tegas dan rendah diri di hadapan Voldemort, sedangkan Narcissa duduk diam dan kaku. Bellatrix memajukan dirinya ke depan meja, tidak ada yang bisa menjelaskan kerinduannya untuk lebih mendekat.
"Tidak ada kehormatan yang melebihi ini," ulang Voldemort, kepalanya dimiringkan ke arah lain seolah dia menilai Bellatrix. “Aku menganggapnya sebuah persetujuan, Bellatrix, darimu.”
Wajahnya seketika berwarna; air mata kebahagiaan mengalir dari matanya.
"Tuanku tahu aku mengatakan kebenaran."
"Tidak ada kehormatan yang melebihi ini... bahkan jika dibandingkan dengan pesta besar, yang kudengar berlangsung di kediaman keluargamu minggu ini?”
Mata Bellatrix terbelalak, bibirnya membuka, dan dia terlihat kebingungan.
“Saya tidak mengerti maksud anda, Tuanku.”
“Aku membicarakan keponakanmu, Bellatrix. Dan tentunya keponakan kalian juga, Lucius dan Narcissa. Dia baru menikah dengan si manusia serigala, Remus Lupin. Kalian pasti merasa bangga.”
Terdengar tawa mencemooh di sekitar meja. Beberapa wajah maju ke depan untuk memperlihatkan sirat kegembiraan; yang lain memukul meja dengan tinju mereka. Ular besar, yang membenci keributan, membuka mulutnya lebar dan mendesis marah, tetapi para Pelahap Maut tidak mendengarnya, mereka menikmati penghinaan yang ditujukan pada Bellatrix dan keluarga Malfoy.
Wajah Bellatrix, yang berseri gembira, seketika berubah seakan-akan ditumbuhi bisul jelek dan merah.
“Dia bukan keponakan kami, Tuanku,” dia menangis saat yang lain terlihat gembira. “Kami – Narcissa dan aku – tidak pernah berhubungan dengan saudara kami sejak dia menikah dengan si darah lumpur. Anak itu tidak punya hubungan apapun dengan kami berdua, begitu juga binatang buas yang dia nikahi.”
“Bagaimana denganmu, Draco?” tanya Voldemort, suara pelannya mampu menyaingi ledekan dan cemohoohan. “Apakah kau akan merawat anaknya itu?” Kegembiraan memuncak, Draco Malfoy menatap ngeri pada ayahnya, yang hanya menunduk melihat kakinya sendiri, lalu beralih menatap ibunya. Dia menggelengkan kepalanya nyaris tak terlihat, dan kembali menatap lurus ke arah dinding yang berlawanan.
“Cukup,” kata Voldemort, menepuk ular yang marah. “Cukup.” Dan tawapun langsung berhenti.
“Kebanyakan generasi sejak generasi tertua kita semakin lama semakin terinfeksi,” dia berbicara saat Bellatrix menatapnya, sambil menahan napas dan memohon, "Kau harus menjaga generasi keluargamu, tetap menjaganya sehat dengan memotong komponen yang mengancam kemakmurannya."
"Ya Tuanku," bisik Bellatrix, dan sekali lagi matanya dipenuhi air mata terimakasih. "Dikesempatan pertama!"
“Kau harus melakukannya,” kata Voldemort. "Di keluarga kalian, juga didunia... kita akan membuang penyakit yang menginfeksi kita sampai hanya mereka yang berdarah murni yang tersisa...”
Voldemort mengangkat tongkat Lucius Malfoy, mengarahkannya langsung pada sosok yang berputar pelan yang terikat terbalik di atas meja, dan memberinya sedikit jentikkan. Sosok itu mulai sadar dengan rintihan dan mulai berusaha
melepaskan ikatan tak terlihat yang mengikatnya.
"Apa kau mengenali tamu kita, Severus?” tanya Voldemort. Snape mendongak dan melihat pada wajah kacau balau yang terikat terbalik itu. Semua Pelahap Maut menatap tawanan itu, seolah mereka diberi izin untuk memperlihatkan keingintahuan mereka. Saat wanita itu berputar menghadap perapian, wanita itu mengeluarkan suara ketakutan dan gemetar, “Severus! Tolong aku!”
“Ah, ya,” kata Snape ketika tawanan itu berputar pelan sekali lagi.
“Dan kau, Draco?” tanya Voldemort, menepuk pelan moncong ular itu dengan tongkatnya. Draco menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Saat wanita itu kembali terbangun, Draco tidak mampu melihatnya lagi.
"Kau tidak perlu mengambil kelasnya," kata Voldemort. "Bagi kalian yang belum tahu, kita kedatangan seseorang untuk bergabung dengan kita malam ini, Charity Burbage yang, sampai beberapa waktu yang lalu, mengajar di sekolah Sihir Hogwarts.”
Terdengar bisikan kecil yang penuh dengan pemahaman. Di atasnya, gigi wanita tersebut bergemelutuk.
“Ya … Professor Burbage mengajar para penyihir muda tentang Muggle... bahwa mereka tidak berbeda dari kita... “
Salah satu Pelahap Maut meludah ke lantai. Charity Burbage berputar menatap Snape sekali lagi.
"Severus... kumohon... tolong..."
"Diam," kata Voldemort, menjentikkan tongkat Malfoy, dan Charity langsung terdiam. "Merasa kurang dengan mengotori dan merusak pikiran para penyihir
muda, minggu lalu Profesor Burbage menulis ketertarikan pada Darah Lumpur di Daily Prophet. Dia berkata, penyihir harus menerima pengetahuan dan sihir dari para pencuri tersebut. Berkurangnya darah murni, Profesor Burbage berkata, adalah keadaan yang sangat penting... Dia ingin kita semua berteman dengan Muggle... atau, tidak diragukan lagi, manusia serigala..."
Tak ada seorangpun yang tertawa kali ini. Ada kemarahan dan penghinaan dalam suara Voldemort. Untuk ketiga kalinya, Charity Burbage berputar menatap wajah Snape. Air mata mengalir dari matanya dan membasahi rambutnya. Snape balas menatapnya, terlihat tenang, setenang putaran Charity yang menjauh dari pandangannya.
“Avada Kedavra!”
Kilatan sinar hijau menerangi setiap sudut ruangan. Charity jatuh, bedebam keras, jatuh ke atas meja, yang bergetar dan retak. Beberapa Pelahap Maut terlonjak dari kursi mereka. Draco jatuh ke lantai.
“Makan malam, Nagini,” kata Voldemort dengan dingin, dan ular besar itu berjalan turun dari bahunya ke lantai yang mengkilap.
Baca Selengkapnya →Bab 1 The Dark Lord Ascending (Kebangkitan Pangeran Kegelapan)