Teknik jarimatika adalah suatu cara berhitung (operasi KaBaTaKu/ Kali, Bagi,Tambah, Kurang) dengan menggunakan jari dan ruas jari-jari tangan. Jarimatika adalah sebuah cara sederhana dan menyenangkan mengajarkan berhitung dasar kepada anak-anak menurut kaidah : Dimulai dengan memahamkan secara benar terlebih dahulu tentang konsep bilangan, lambang bilangan, dan operasi hitung dasar, kemudian mengajarkan cara berhitung dengan jari-jari tangan.Prosesnya diawali, dilakukan dan diakhiri dengan gembira (Septi Peni Wulandari : 2008). Di sisi lain jarimatika terdengar akrab bagi orang Indonesia akan lebih mudah menangkap maksud bahwa jarimatika adalah menggunakan jari untuk matematika. Dalam pelaksanaanya nanti siswa akan menghitung perkalian dengan menggunakan jari – jari tangannya masing-masing.
Rumus: (T1 + T2) + (B1 x B2)
Keterangan:
T1 = jari tangan kanan yang ditutup (puluhan)
T2 = jari tangan kiri yang ditutup (puluhan)
B1 = jari tangan kanan yang dibuka (satuan)
B2 = jari tangan kiri yang dibuka (satuan)
Sedangkan keunggulan Jarimatika adalah :
* Tidak memerlukan alat hitung, karena sudah dianugerahi oleh Allah SWT. Alatnya
adalah jari tangan yang tidak perlu membeli, tidak pernah ketinggalan, selalu
dibawa
kemana saja, dan tidak bisa disita pada saat ujian
* Praktis dan selalu dibawa kemana-mana
* Dijamin tidak akan disita apalagi diambil sama Ibu/Bapak Guru, jika si anak
ketahuan memakai jari-jari sebagai alat hitungnya pada saat ujian
* Mudah dipelajari dan menyenangkan
* Tidak membebani memori otak si anak.
* Ilmu ini mudah dipelajari segala usia, minimal anak usia 3 Tahun, dan lama
belajarnya adalah 1 bulan saja
* Melatih motorik anak melalui gerakan jari
* Prosesnya menarik bagi anak; gerak tangan memiliki daya tarik tersendiri di mata
anak
* Merangsang potensi otak sehingga berkembang dan mencapai fungsi yang optimal
* Aktivitasnya menyenangkan, sehingga membuat anak pintar dan juga gembira
* Meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan ketelitian dalam berpikir
* Memberikan visualisasi dalam proses berhitung
Teknik Jarimatika Menurut Jean Piaget,siswa SD umumnya berada pada tahap pra operasi dan operasi konkret (usia 6/7 tahun-12 tahun). Sehingga pembelajaran di SD seharusnya dibuat konkret melalui peragaan, praktik, maupun permainan.
Menurut Bruner, belajar matematika meliputi belajar konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Dalam proses belajar, anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu:
1. Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.
2. Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3. Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Menurut Skemp, belajar matematika melalui dua tahap, yaitu tahap konkret dan tahap abstrak. Pada tahap konkret, anak memanipulasi objek-objek konkret untuk dapat memhami ide-ide abstrak. Guru hendaknya memberi kegiatan agar anak dapat menyusun struktur matematika sejelas mungkin sebelum mereka dapat menggunakan pengetahuan awalnya sebagai dasar belajar pada tahap berikutnya. Sering kita jumpai peserta didik kita tidak suka matematika, susah memahami angka / bilangan dan enggan belajar berhitung, kita pun pernah mengalami hal yang sama, padahal kita juga tahu bahwa berhitung dan matematika merupakan hal yang penting untuk dikuasai. Maka permasalahan yang seringkali muncul adalah : ketidak-sabaran (pada diri anak dan orangtua) dan proses memaksa-terpaksa (yang sangat tidak menyenangkan kedua belah pihak). Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari hal-hal abstrak yang berupa fakta, konsep, prinsip. Peserta didik SD sedang mengalami tahap berpikir pra operasional dan operasional konkret. Untuk itu perlu adanya kemampuan khusus guru untuk menjembatani antara dunia anak yang bersifat konkret dengan karakteristik matematika yang abstrak. Pembelajaran akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan. Guru harus senantiasa mengupayakan situasi dan kondisi yang tidak membosankan apalagi menakutkan bagi peserta didik. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru adalah dengan menerapkan trik-trik berhitung yang mempermudah dan menyenangkan bagi peserta didik untuk melakukannya. Salah satu trik berhitung yang menjadi tren saat ini adalah teknik jarimatika.
Jarimatika memperkenalkan kepada anak bahwa matematika (khususnya berhitung) itu menyenangkan. Didalam proses yang penuh kegembiraan itu anak dibimbing untuk bisa dan terampil berhitung dengan benar. Jarimatika memberikan salah satu solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut,karena jarimatika memenuhi kaidah-kaidah pembelajaran matematika yang membuat peserta didik merasakan bahwa pembelajaran sangat menyenangkan dan menantang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar