Dalam dunia pendidikan, penilaian
dan evaluasi pasti dilakukan dalam proses pembelajaran. Penilaian dan evaluasi
dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik apakah sudah
memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) atau belum. Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan klasifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) digunakan
sebagai pedoman dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
psendidikan. Selain itu evaluasi bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana
daya serap peserta didik terhadap produk bahasan yang pendidik terapkan. Ada
beberapa jenis alat evaluasi, yaitu : bentuk tes tertulis dan tidak tertulis.
Jika kita perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui bahwa setiap jenis
atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan
selalu mengadakan evaluasi, yang artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu
periode pendidikan selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah
dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Dengan menelaah pencapaian tujuan
pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup
efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah
bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan
penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia
melaksanakan proses belajar. Profesionalisme menjadi tuntutan guru dalam
pekerjaannya. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang
berupa anak-anak atau siswa dengan karakteristik yang masing-masing tidak sama.
Pekerjaan guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan
anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnansi. Dan yang
terlihat dalam pendidikan saat ini adalah permasalahan guru adalah kegagalan
guru dalam melakukan evaluasi.
Dalam fungsinya sebagai penilai
hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang
telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui
evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar
mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan
proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar
akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Khusus untuk mata pelajaran
matematika hampir semua guru telah melaksanakan evaluasi di akhir proses belajar
mengajar di dalam kelas. Namun hasil yang diperoleh kadang-kadang kurang
memuaskan. Kadang-kadang hasil yang dicapai dibawah standar atau di bawah
rata-rata.
Pada mata pelajaran yang lainnya
kadang dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi
masalah bagi guru yang terpenting dalam satu kali pertemuan ia telah
melaksanakan penilaian terhadap siswa di kelas.
Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan
evaluasi di akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih
baik menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali
pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas
atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat,
bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga
dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru,
karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi
kegiatan ini mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia
mengetahui jawaban dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat
karena rasa gugupnya itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan
waktu dan guru harus punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang
mewakilkan beberapa orang anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang
anak yang sedang kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang
berhubungan dengan materi pelajaran itu.
Setiap guru
dalam melaksanakan evaluasi harus paham dengan tujuan dan manfaat dari evaluasi atau penilaian
tersebut. Tetapi ada
juga guru yang tidak menghiraukan tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk
kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir pelajaran atau tidak itu
urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum. Ini yang
menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini.
Apa
penyebab hal ini bisa terjadi ?
1. Guru kurang menguasi
materi pelajaran, sehingga
dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak kalimatnya sering
terputus-putus ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi bingung dan
sukar mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut.
Tentu saja di akhir
pelajaran mereka
kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan tugas yang
diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
2. Guru kurang menguasai
kelas. Guru
yang kurang mampu menguasai kelas mendapat hambatan dalam menyampaikan materi
pelajaran, hal ini dikarenakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak
yang betul-betul ingin belajar menjadi terganggu.
3. Guru enggan
mempergunakan alat peraga dalam mengajar.
Kebiasaan guru yang tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir
verbal sehingga membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam
evaluasi di akhir pelajaran nilai anak menjadi jatuh.
4. Guru kurang mampu
memotivasi anak dalam belajar,
sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian
terhadap materi yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di
dalam materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian
khusus dari anak didik.
5. Guru menyamaratkan
kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran.
Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap materi pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.
Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap materi pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.
6. Guru kurang disiplin
dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis
dalam jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya,. Waktu
untuk memulai pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam pulang
selalu tepat atau tidak pernah telat.
7. Guru enggan membuat
persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar,
yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu
untuk kegiatan proses dan ketentuan waktu untuk akhir pelajaran.
8. Guru tidak mempunyai
kemajuan untuk nenambah
atau menimba ilmu, misalnya membaca buku
atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih senior dan profesional guna
menambah wawasannya.
9. Dalam tes lisan di
akhir pelajaran, guru kurang trampil mengajukan pertanyaan kepada murid,
sehingga murid kurang memahami tentang apa yang dimaksud oleh guru.
10.Guru selalu mengutamakan
pencapaian target kurikulum. Guru
jarang memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap
materi pelajaran tersebut
Permasalahan
lain dalam penilaian dan evaluasi dalam dunia pendidikan adalah persoalan ujian
nasional. Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang
diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam
beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di
masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju karena dianggap dapat meningkatkan
mutu pendidikan.
Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan
dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat
mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga
siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan
hasil yang sebaik-baiknya. Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang
merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang
sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran
yang sedang kita kembangkan.
Namun dalam perkembangannya
ujian nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari
para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir
orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan
kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik
dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan
lainnya. Hal ini membuat permasalahan dalam penilaian dan evaluasi
pembelajaran, karena guru menilai dan mengevaluasi nilai akhir peserta didik
berdasarkan hasil ujian nasional tersebut. Hal ini dilakukan oleh kebijakan pemerintah dengan
menerapkan sistem UNAS (Ujian Nasional) dengan NEM (NilaiAkhir Murni)nya. Sehingga
penilaian hasil ujian tersebut tidak bisa menunjukkan kemampuan atau kompetensi
masing-masing peserta didik, apakah mereka sudah menguasai mata pelajaran
tersebut atau belum. Sistem penilaian
yang ditempuh berpengaruh pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas.
Penilaian yang lebih terfokus pada penilaian hasil belajar menyebabkan
penilaian terhadap proses pembelajaran terabaikan. Proses pembelajaran menjadi
berlangsung tidak semestinya. Akhirnya kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah
kita banyak yang dilingkupi oleh persoalan rendahnya tingkat pemahaman siswa,
termasuk dalam pembelajaran matematika.
Dalam ujian nasional, penilaian pembelajaran
lebih ditekankan pada hasil (produk) yang cenderung hanya menilai kemampuan aspek
kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes
obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali
diabaikan. Akibatnya banyak terjadi keluhan dari masyarakat dan sekolah itu
sendiri tentang rendahnya kualitas sopan santun dan tanggung jawab pelajar kita
karena penilaian yang dilakukan umumnya terfokus pada kegiatan yang menyangkut
prestasi akademik dan kurang mnaruh perhatian terhadap kegiatan yang menyangkut
tingkah laku dan sikap
Sumber :
Herliani, Elly. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA)
http://gurupembaharu.com/home/?p=3102
http://re-searchengines.com/afdhee5-07-2.html
http://www.tempointeraktif.com
p4tkmatematika.org/downloads/smk/PENILAIAN.pdf
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/22561
http://usmanbio.wordpress.com/2011/10/06/penilaian-hasil-belajar-siswa/
http://zonependidikan.blogspot.com/2010/06/pengertian-penilaian-menurut-para-ahli.html
http://www.tkplb.org/documents/etraining-media%20pembelajaran
/4.Perencanaan_Desain_Pembelajaran.pdf
Herliani, Elly. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA)
http://gurupembaharu.com/home/?p=3102
http://re-searchengines.com/afdhee5-07-2.html
http://www.tempointeraktif.com
p4tkmatematika.org/downloads/smk/PENILAIAN.pdf
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/22561
http://usmanbio.wordpress.com/2011/10/06/penilaian-hasil-belajar-siswa/
http://zonependidikan.blogspot.com/2010/06/pengertian-penilaian-menurut-para-ahli.html
http://www.tkplb.org/documents/etraining-media%20pembelajaran
/4.Perencanaan_Desain_Pembelajaran.pdf
undang - undang tentang kekerasan terhadap anak yang membuat proses pendidikan di sekolah menjadi dilema. harga diri seorang guru tidak ada lagi didepan siswa, sehingga guru hanya menjalankan tugas mengajar saja sedangkan yang lainnya tidak ada lagi, jika guru bertindak akan dilapor kepolisi, atau membayar, itu yang terjadi dilapangan. jadi siap yang salah guru atau siswa..mari kita renungkan bersama. bagaimana pendidikan generasi kita sebagai penerus bangsa.....pemerintahlah yang hanya dapat bertindak dengan peraturannya..
BalasHapus