12 Desember 2012

AKU + DIA = KITA (♥) Part Two


Hari demi hari kulewati seperti biasanya. Dan hariku kini seperti tidak sendiri, ada dia. Dia yang selalu menyambutku dengan ramah lewat pesannya. Dia yang selalu menghiburku meski hanya sebuah untaian kata penyemangat. Yaa.. hari-hariku kini lebih berarti karena dia.
        Tidak hanya itu saja, sahabat yang kukenal semenjak bangku kuliah pun sudah akrab dengannya. Sahabatku yang mendorong aku untuk membuka hatiku. Sahabatku yang menyuruhku untuk berusaha menghilangkan rasa trauma yang sudah menjadi lumut di dinding keangkuhanku. Tetapi memang ini sifatku, dengan karakter yang cuek aku mampu menutupi semua keterpurukanku.
        Entah berapa kali aku menggantung seseorang karena aku tidak bersimpati. Aku hanya tidak ingin membuat mereka kecewa. Menjalani sesuatu yang tidak disuka dan menerima dengan terpaksa merupakan kebodohan yang tidak patut untuk dilakukan. Tetapi rasa ini sungguh aneh, mengapa aku suka lima huruf yang terucap darinya. Mengapa aku tersenyum sendiri ketika membayangkan dia? Sungguh hal yang tidak terduga yang singgah di pikiranku. Bukan... bukan itu yang aku rasakan. Lagi-lagi aku menepisnya!
        Beberapa kali saat dia pulang ke kota ini, hanya lima huruf itu yang selalu dilontarkan saat bertemu denganku. Dan yang aku tahu, aku selalu bingung saat kata itu ditujukan padaku. Aku kikuk dan bibirku kaku untuk mengeluarkan sekelumat kalimat. Hanya kata ‘oalah’ yang aku keluarkan tiap dia bilang lima huruf itu. Benar-benar hal yang aneh... lagi-lagi kata-kata itu yang kukeluarkan dari mulutku.
        Cinta.. yaa lima huruf sederhana itu sepertinya kini mulai melukis hari-hariku dengan kanvas emasnya. Meskipun dengan sedikit guratan yang masih belum tercat dengan baik di sela-sela lukisannya. Pikiranku bercabang melebihi cabang pohon yang teruntai menjulur ke akarnya. Aku hanya tak tahu bagaimana cara memotongnya. Cabang itu ibarat dia dan orang tuaku. Aku serasa memikirkan aturan-aturan diferensial pada pelajaran analisis variabel kompleks. Dia.. bertolak belakang dengan semua sikap yang aku harapkan.
        Seiring waktu, lima huruf sederhana itu membuat dia berubah. Dia menjadi laki-laki yang manis saat di depanku. Dia datang dengan perubaha- perubahan yang memang aku harapkan dari dia. Ini dialah yang aku suka. Ini dialah yang sebenarnya aku tunggu. Dan semuanya kini ada di dia.

*****
        Berkurangnya usia pun kini semakin kurasakan. Dia.. orang yang pertama kali mengucapkan saat aku menempuh usia baru. Ternyata dia tahu bahwa hari ini adalah masa dimana aku pada 20 tahun yang lalu dilahirkan dari rahim seorang ibu. Senyumku mengembang membaca ucapannya meskipun hanya lewat sebuah pesan. Jarak yang memisahkan kita saat ini. Untuk kedua kalinya lagi-lagi senyumku mengembang mendapat ucapan-ucapan lainnya dari sahabatku. Sangat berkesan tanggal 29 Mei pagi itu.
        Bulan tinggal bulan ternyata tidak seindah ketika bulan Mei. Di yang dulu mencoba berubah menjadi apa yang aku suka, kini sudah menjadi milik orang lain. Yaa... bisa diperjelas lagi “orang lain” bukan aku. Kata-kata maaf yang terurai darinya kini yang membuat aku lebih percaya bahwa memang tidak ada yang serius denganku. Hendak menyalahkan kepada siapa lagi kalau bukan diriku sendiri. Lagi-lagi suatu kebodohan yang aku lakukan. Percaya dengan begitu saja setiap kata-katanya dulu. Aku tidak ingin marah ataupun benci kepada dia. Aku hanya menyesal telah megenal baik dia. Meski cukup terpukul, mungkin dengan ini hatiku lebih kebal lagi jika berulang menerima perlakuan yang sama seperti sebelumnya. Hatiku bukan dirancang khusus untuk menerima segala penyiksaaan batin, tetapi hatiku hanya mencoba mengobati setiap siksaaan demi siksaan tersebut dengan segelas kerendahan hati.
        Semua yang kulakukan seperti membuatku linglung dan tidak berguna. Ibarat layangan mungkin akan putus jika ditarik ulur ditarik ulur tak beraturan. Tetapi aku bukan layangan itu.. aku kini sudah menjadi layangan putus yang terbang mengikuti arah angin. Angin membawaku terbang ke arah yang sama sekali tak bertujuan. Semenjak saat itu, prinsipku kuat untuk tidak ingin lagi mengenal seorang adam yang lain. Cukuupp...
*****
Teman-taman dan sahabatku KKN yang saat itu sering menghiburku. Kekocakan mereka seakan membuatku lupa akan semua beban pikiranku. Mereka keluarga besarku di Gedong Kedoan, yang setiap hari Jumat hingga Minggu setia menemaniku. Makan bersama, shalat bersama, dan segalanya kita lakukan bersama. Mereka ibarat penggugah semangatku saat aku terseok-seok dengan langkahku. Mereka seolah menjadi tandu dengan keadaanku yang seperti itu.
Aku sudah lupa meskipun terkadang sempat memikirkannya. Aku masih ingat juga ketika beberapa hari setelah permintaan maafnya. Dia menelponku dengan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya takut jika dia hanya berubah dihadapanku saja. Dia hanya tidak ingin memakai topeng di depanku saja. Mulai berputar lagi roda pemikiran ini, tidak tahu apa yang harus dipikirkan. Antara percaya dna tidak percaya mendengar dia berbicara seperti itu. kuminta penjelasan pun juga tidak akan berguna. Karena aku dan dia hanya sebatas teman dan tidak mempunya hubungan lebih.
Aku ceritakan semua bebanku ke sahabat-sahabatku yang memang tidak pernah lelah mendengar semua celotehanku. Mulai dari a sampai z semua kuutarakan dengan penyesalan yang tidak ada ujungnya. Mereka memang sosok pahlawan bagi pemulihan jiwaku. Mereka bukan spiderman, tetapi tanpa serabut jaring seperti yang dikeluarkan spidermen, mereka mampu terbang hinggap melukis warna di kanvas kelabuku. Mereka juga bukan doraemon yang punya kantong ajaibyang memapu mengabulkan permintaan apapun, tetapi mereka memilik benda-benda abstrak yang mampu membuatku bahagia jika berada didekat mereka.
*****
        Pertemuan sengajapun aku lakukan lagi dengannya. Dengan dia yang dulu pernah singgah sebentar di hatiku. Bertemu dengannya aku hanya ingin meminta penjelasan dari dia. Aku hanya ingin mendengarkan semua cerita dia hingga sebegitu lihainya dia melakukan sandiwara itu. Harus percaya ataupun tidak saat itu. Meskipun beberapa kali aku dibodohi karena suatu, tetapi aku masih percaya dengan dia. Aku tidak pandai membaca mata, tetapi jika itu pun suatu kebohongan, aku hanya ingin itu menjadi kebohongannya yang terakhir kali kepadaku.
        Malam itu, malamku dengan dia. Selama masalah itu terjadi, aku jarang bertemu dengannya. Mungkin sudah lama karena terhitung lebih dari satu bulan. Dia kini banyak berubah. Mulai dari tangannya yang kini bersih tanpa beraccecoriskan apapun selain jam tangan yang menempelnya. Lehernya pun sudah tidak kulihat lagi ada rantaian mencolok seperti biasanya. Dan semuanya pun berubah.. Dia menjadi sosok yang benar-benar membuat mataku bersinar takjub melihatnya. Aku yang sekarang ini takut melihat matanya. Aku yang sekarang ini selalu salah tingkah di hadapannya. Aku yang kini selalu berdebar saat berbicara dengannya. Apa ini??.. sesuatu rasa yang sudah mulai muncul dan hinggap di perasaanku. Lima huruf itukah?..
*****
        Aku mulai dekat dengannya lagi setelah kejadian semalam itu. Merasa tidak pernah terjadi masalah-masalah yang dulu pernah membuatku berpikir seribu kali untuk bertemu dengannya lagi. Tetapi kini 180˚ semuanya berubah seperti semula. Dia kini dikembalikan ke kehidupanku olehNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar