Hari demi hari kulewati seperti biasanya. Dan hariku kini seperti
tidak sendiri, ada dia. Dia yang selalu menyambutku dengan ramah lewat
pesannya. Dia yang selalu menghiburku meski hanya sebuah untaian kata
penyemangat. Yaa.. hari-hariku kini lebih berarti karena dia.
Tidak hanya itu saja,
sahabat yang kukenal semenjak bangku kuliah pun sudah akrab dengannya.
Sahabatku yang mendorong aku untuk membuka hatiku. Sahabatku yang menyuruhku
untuk berusaha menghilangkan rasa trauma yang sudah menjadi lumut di dinding
keangkuhanku. Tetapi memang ini sifatku, dengan karakter yang cuek aku mampu
menutupi semua keterpurukanku.
Entah berapa kali aku
menggantung seseorang karena aku tidak bersimpati. Aku hanya tidak ingin
membuat mereka kecewa. Menjalani sesuatu yang tidak disuka dan menerima dengan
terpaksa merupakan kebodohan yang tidak patut untuk dilakukan. Tetapi rasa ini
sungguh aneh, mengapa aku suka lima huruf yang terucap darinya. Mengapa aku
tersenyum sendiri ketika membayangkan dia? Sungguh hal yang tidak terduga yang
singgah di pikiranku. Bukan... bukan itu yang aku rasakan. Lagi-lagi aku
menepisnya!
Beberapa kali saat dia
pulang ke kota ini, hanya lima huruf itu yang selalu dilontarkan saat bertemu
denganku. Dan yang aku tahu, aku selalu bingung saat kata itu ditujukan padaku.
Aku kikuk dan bibirku kaku untuk mengeluarkan sekelumat kalimat. Hanya kata
‘oalah’ yang aku keluarkan tiap dia bilang lima huruf itu. Benar-benar hal yang
aneh... lagi-lagi kata-kata itu yang kukeluarkan dari mulutku.
Cinta.. yaa lima huruf
sederhana itu sepertinya kini mulai melukis hari-hariku dengan kanvas emasnya.
Meskipun dengan sedikit guratan yang masih belum tercat dengan baik di
sela-sela lukisannya. Pikiranku bercabang melebihi cabang pohon yang teruntai
menjulur ke akarnya. Aku hanya tak tahu bagaimana cara memotongnya. Cabang itu
ibarat dia dan orang tuaku. Aku serasa memikirkan aturan-aturan diferensial
pada pelajaran analisis variabel kompleks. Dia.. bertolak belakang dengan semua
sikap yang aku harapkan.
Seiring waktu, lima
huruf sederhana itu membuat dia berubah. Dia menjadi laki-laki yang manis saat
di depanku. Dia datang dengan perubaha- perubahan yang memang aku harapkan dari
dia. Ini dialah yang aku suka. Ini dialah yang sebenarnya aku tunggu. Dan semuanya
kini ada di dia.
*****
Berkurangnya usia pun
kini semakin kurasakan. Dia.. orang yang pertama kali mengucapkan saat aku menempuh
usia baru. Ternyata dia tahu bahwa hari ini adalah masa dimana aku pada 20
tahun yang lalu dilahirkan dari rahim seorang ibu. Senyumku mengembang membaca
ucapannya meskipun hanya lewat sebuah pesan. Jarak yang memisahkan kita saat
ini. Untuk kedua kalinya lagi-lagi senyumku mengembang mendapat ucapan-ucapan
lainnya dari sahabatku. Sangat berkesan tanggal 29 Mei pagi itu.
Bulan tinggal bulan
ternyata tidak seindah ketika bulan Mei. Di yang dulu mencoba berubah menjadi
apa yang aku suka, kini sudah menjadi milik orang lain. Yaa... bisa diperjelas
lagi “orang lain” bukan aku. Kata-kata maaf yang terurai darinya kini yang
membuat aku lebih percaya bahwa memang tidak ada yang serius denganku. Hendak
menyalahkan kepada siapa lagi kalau bukan diriku sendiri. Lagi-lagi suatu
kebodohan yang aku lakukan. Percaya dengan begitu saja setiap kata-katanya
dulu. Aku tidak ingin marah ataupun benci kepada dia. Aku hanya menyesal telah
megenal baik dia. Meski cukup terpukul, mungkin dengan ini hatiku lebih kebal
lagi jika berulang menerima perlakuan yang sama seperti sebelumnya. Hatiku
bukan dirancang khusus untuk menerima segala penyiksaaan batin, tetapi hatiku
hanya mencoba mengobati setiap siksaaan demi siksaan tersebut dengan segelas
kerendahan hati.
Semua yang kulakukan
seperti membuatku linglung dan tidak berguna. Ibarat layangan mungkin akan
putus jika ditarik ulur ditarik ulur tak beraturan. Tetapi aku bukan layangan
itu.. aku kini sudah menjadi layangan putus yang terbang mengikuti arah angin.
Angin membawaku terbang ke arah yang sama sekali tak bertujuan. Semenjak saat
itu, prinsipku kuat untuk tidak ingin lagi mengenal seorang adam yang lain.
Cukuupp...
*****
Teman-taman dan sahabatku KKN yang saat itu sering menghiburku.
Kekocakan mereka seakan membuatku lupa akan semua beban pikiranku. Mereka
keluarga besarku di Gedong Kedoan, yang setiap hari Jumat hingga Minggu setia
menemaniku. Makan bersama, shalat bersama, dan segalanya kita lakukan bersama.
Mereka ibarat penggugah semangatku saat aku terseok-seok dengan langkahku.
Mereka seolah menjadi tandu dengan keadaanku yang seperti itu.
Aku sudah lupa meskipun terkadang sempat memikirkannya. Aku masih
ingat juga ketika beberapa hari setelah permintaan maafnya. Dia menelponku
dengan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya takut jika dia hanya
berubah dihadapanku saja. Dia hanya tidak ingin memakai topeng di depanku saja.
Mulai berputar lagi roda pemikiran ini, tidak tahu apa yang harus dipikirkan.
Antara percaya dna tidak percaya mendengar dia berbicara seperti itu. kuminta
penjelasan pun juga tidak akan berguna. Karena aku dan dia hanya sebatas teman
dan tidak mempunya hubungan lebih.
Aku ceritakan semua bebanku ke sahabat-sahabatku yang memang tidak
pernah lelah mendengar semua celotehanku. Mulai dari a sampai z semua
kuutarakan dengan penyesalan yang tidak ada ujungnya. Mereka memang sosok
pahlawan bagi pemulihan jiwaku. Mereka bukan spiderman, tetapi tanpa serabut
jaring seperti yang dikeluarkan spidermen, mereka mampu terbang hinggap melukis
warna di kanvas kelabuku. Mereka juga bukan doraemon yang punya kantong
ajaibyang memapu mengabulkan permintaan apapun, tetapi mereka memilik benda-benda
abstrak yang mampu membuatku bahagia jika berada didekat mereka.
*****
Pertemuan sengajapun aku
lakukan lagi dengannya. Dengan dia yang dulu pernah singgah sebentar di hatiku.
Bertemu dengannya aku hanya ingin meminta penjelasan dari dia. Aku hanya ingin
mendengarkan semua cerita dia hingga sebegitu lihainya dia melakukan sandiwara
itu. Harus percaya ataupun tidak saat itu. Meskipun beberapa kali aku dibodohi
karena suatu, tetapi aku masih percaya dengan dia. Aku tidak pandai membaca
mata, tetapi jika itu pun suatu kebohongan, aku hanya ingin itu menjadi
kebohongannya yang terakhir kali kepadaku.
Malam itu, malamku
dengan dia. Selama masalah itu terjadi, aku jarang bertemu dengannya. Mungkin
sudah lama karena terhitung lebih dari satu bulan. Dia kini banyak berubah.
Mulai dari tangannya yang kini bersih tanpa beraccecoriskan apapun selain jam
tangan yang menempelnya. Lehernya pun sudah tidak kulihat lagi ada rantaian
mencolok seperti biasanya. Dan semuanya pun berubah.. Dia menjadi sosok yang
benar-benar membuat mataku bersinar takjub melihatnya. Aku yang sekarang ini
takut melihat matanya. Aku yang sekarang ini selalu salah tingkah di
hadapannya. Aku yang kini selalu berdebar saat berbicara dengannya. Apa ini??..
sesuatu rasa yang sudah mulai muncul dan hinggap di perasaanku. Lima huruf
itukah?..
*****
Aku mulai dekat
dengannya lagi setelah kejadian semalam itu. Merasa tidak pernah terjadi
masalah-masalah yang dulu pernah membuatku berpikir seribu kali untuk bertemu
dengannya lagi. Tetapi kini 180˚ semuanya berubah seperti semula. Dia
kini dikembalikan ke kehidupanku olehNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar